Rabu, 01 September 2010

Definisi Kriya secara bahasa:

Kata “Kriya” berasal dari bahasa Sansekerta dalam kamus Wojowasito, dalam konteks kesenian Hindu yang diambil alih ke dalam bahasa Jawa Kuno. Artinya ‘pekerjaan atau perbuatan’(khususnya pekerjaan yang berkenaan dengan upacara keagamaan).
(sumber: Soedarso Sp dan Prof Edi Sedyawati, 1999)

Dalam istilah asing kriya dikenal dengan kata craft;
“Occupation, specially one which skill in the use of hands is needed-eg the craft of woodcraver” (Oxford English Reader’s Dictionary).

Bila dilihat secara istilah, sudah banyak para seniman dan pemikir yang mengartikan kriya,dari sedemikian banyak pengertian ada satu definisi yang cukup mudah dimengerti dan dicerna oleh masyarakat luas, definisi kriya yang diartikan oleh Prof.Sp.Gustami:

Menurut beliau, “…Seni kriya dalam bahasan ini ialah suatu karya seni yang unik dan karakteristik yang didalmnya mengandung muatan nilai-nilai yang mantap dan mendalam menyangkut nilai estetik, simbolik, filosofis dan fungsionalnya. Oleh karena di dalam perwujudannya didukung ‘crafmanship’ tinggi, akibatnya kehadiran seni kriya termasuk dalam kelompok seni ‘adiluhung’.”

Dari pernyataan Prof.Sp.Gustami dapat kita ambil beberapa poin penting terkait dengan istilah kriya, anatara lain: unik, berkarakter, estetik, simbolik, filosofis, funngsional, ‘crfatmanship’ dan adiluhung. Bagaimana kaitan sesungguhnya dari poin-poin tersebut?. Beberapa poin tersebut menjadi kata kunci penting untuk memahami kriya lebih dalam. Berikut penjelasannya;

Kriya memiliki nilai keunggulan, sehingga mengapa ‘kriya’ disebut sebagai ‘kriya’, keunggulan tersebut tercermin dari sebuah karya atau produk kriya. Nilai keunggulan pada karya kriya berdasar pada aspek (tolak ukur) yang atas kriteria tertentu dapat memenuhi nilai ideal terhadap aspek-aspek sebagai berikut:

Pertama, kriya berhubungan dengan unsur-unsur skill/trade/ooccupation yang bermuara pada perupaan (titik, garis bentuk, ruang, warna, tekstur gaya dan lain-lain). Unsur-unsur dasar tersebut merupakan unsur dasar yang membentuk sebuah rupa (dipelajari pada Nirmana 2D dan Nirmana3D). Seorang kriyawan hendaklah mengerti hal-hal terkecil sebagai penyusun sebuah karya besar.
Kedua, kriya berhubungan dengan unsur seni, keindahan atau estetika. Sebuah usaha untuk mengolah unsur-unsur rupa menjadi sesuatu yang dapat dinikmati serta mengandung unsur keindahan/estetis dengan menggunakan metoda-metoda tertentu dalam berkarya (usaha personal kriyawan)
Ketiga, kriya berhubungan dengan unsur-unsur material atau medium. Suatu istilah yang berhunungan dengan alat/corak/media ekspresi dan komunikasi akan upaya-upaya mengungkap gagasan rupa dan perenungan melalui potensi media bantu. Unsur material atau medium sebagai unsur eksternal, sebagai sesuatu yang diolah atau di eksplorasi. Media ekspresi dapat berupa kayu, batu, tekstil, serat, logam dan banyak lagi.
Keempat, kriya berhubungan dengan gagasan dan fungsi yang dekat dengan manusia dan lingkungan hidupnya. Suatu istilah yang berhubungan dengan unsur-unsur pemenuhan akan sebuah kebutuhan manusia baik dari sektor material, spiritual, ataupun keduanya yang memungkinkan manusia senantiasa berupaya mencapai tahap kesejahteraan tertentu.

Kelima, kriya berhubungan dengan teknologi. suatu istilah yang dikaitkan dengan kekaryaan atau proses dalam memproduksi sebuah karya, keterampilan penggunaan alat untuk tujuan-tujuan memenuhi semua unsur-unsur kriya yang ada diatas.
Kelima unsur tersebut menyatu, saling mendukung serta dapat berkembang membentuk sebuah karya seni ‘adiluhung’ yang tinggi dinamakan Kriya.
Keistimewaan dan keunikan sebuah karya kriya tidak hanya dibangun oleh kelima unsur tadi.Simak pernyataan dari Tallcot Parsons berikut:
“Kriya menyatu dengan manusia dan eksistensinya. Produk kriya merupakan artefak dari kurun budaya tertentu, bukti dari suatu tingkat peradaban. Oleh karena itu produk kriya adalah produk budaya, terjemahan fisik dari ide dan aktivitas budaya”

Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa budaya telah menjadi unsur keenam yang tidak dapat dilepaskan dari istilah kriya. Kriya secara langsung memiliki nilai etnik dan budaya, sesuatu yang berhubungan dengan tradisi turun menurun. Unsur inilah yang menjadi keistimewaan kriya dengan bidang seni lainnya.

Dengan budaya unsur budaya dalam tubuh kriya, tidak langsung diartikan bahwa kriya itu kuno atau ketinggalan zaman. Walaupun begitu kriya tetap berjalan seiring dengan zaman, mengikuti perkembangan teknologi yang ada dengan tetap mempertahankan unsur budaya yang ada. Berikut penjelasan lebih lanjut dari Prof IP Gustami:
“Dengan demikian aktifitas penciptaan yang dilakukan para kriyawan masa kini tidak hanya sekedar meniru dan mengenang kejayaan seni-seni tradisional masa lampau, tetapi semua itu menjadi acuan untuk menemukan filosofi baru berkat kemampuan menangkap, menyarikan dan memberi bentuk gejala-gejala kehidupan modern yang berubah cepat ini”

Dari pernyataan di atas dapat dibuktikkan bahwa kriya akan terus berkembang bersama budaya seiring dengan perkembangan zaman.
Produk-produk kriya:
- Berupa benda atau artefak;
karya-karya tekstil: kain tenun; Songket (Sumatera Barat), Ulos (Sumatera Utara), dll
karya-karya keramik; kendi, guci, peralatan makan dll
karya-karya logam; perhiasan
karya-karya batu…dll
- berupa teknik;
tenun, rajut, sulam, merenda, tapestri, dan masih banyak lagi (banyak…banyak…banyaaaaak)

Setelah membahas pengertian kriya secara mendalam, maka sesungguhnya kriya memiliki data ekspansif kepada bidang-bidang kehidupan manusia. Dimensi atau ruang lingkup kriya dalam menhadapi tantangan perkembangan keilmuan kriya dalam bermasyarakat (khususnya di Indonesia) adalah sebagai berikut:
1. Kriya dalam konteks pelestarian budaya tradisional (konservasi budaya dan identitas lokal), berbasis pada kekayaan SDA dan budaya masyarakat. Konsep ini bermuara dari keprihatinan agar kriya Indonesia tetap hadir diperhitungkan dan bernilai di dalam masyarakat. Dengan mengembangkan identitas budaya, memelihara/merumuskan kembali indentitas nasional. contoh: diadakannya seminar dan workshop mengenai kebudayaan Indonesia, seminar pelestarian kebudayaan, workshop keterampilan rajut, tenun, tie dye, dan teknik kriya lainnya, mengadakan berbagai macam pameran kriya budaya (Tenun Adiwastra, pameran Inacfrat, dll)
2. Kriya dalam konteks pelestarian lingkungan (isu-isu eksploitasi eksesif terhadap bahan baku). Berhubungan dengan bahan baku produk kriya yang sebagian besar adalah bahan alam, maka segala aspek kegiatan yang meliputi proses pengadaan dan pengolahan bahan, perakitan, pengemasan, transportasi hingga perlakuan saat produk itu telah menjadi sampah (daur ulang), harus dijadikan optimasi landasan berkarya kriya. contoh: mempelajari pemanfaat serat-serat alam untuk dijadikan produk kriya/ poduk pakai.
3. Kriya dalam konteks pemberdayaan masyarakat, kegiatan kriya di lingkungan/daerah yang berhasil memobilisasi masyarakat ke arah perbaikan kualitas hidup, peningkatan ekonomi, pengetahuan dan keterampilannya. Aspek pendekatan sosial merupakan kunci keberhasilan kegiatan, menghasilkan produk kriya itu sendiri merupakan sebuah alat dalam usaha pemberdayaan masyarakat.
4. Kriya dalam konteks kerativitas, didasari atas kegiatan eksperimentasi dan eksplorasi terhadap keunggulan dan keunikan material untuk dikembangkan menjadi produk kriya yang memiliki originalitas dan nilai fungsi yang baru. salah satu ciri yang kuat dari pendekatan ini adalah terlihatnya keberanian dan kepekaan yang kuat dalam mengolah material. Pendekatan ini dibarengi pleh keterampilan dan keraifan yang tinggi dalam memperlakukan material. Hasil eksperimentasi kreativitas ini dapat memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap suatu material/medium.

Template by:
Free Blog Templates